
Jakarta – Sebuah langkah strategis dalam pengembangan industri energi hijau nasional akan segera terwujud. Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan secara langsung meresmikan peletakan batu pertama pembangunan pabrik ekosistem baterai kendaraan listrik (EV) terintegrasi pada 29 Juni 2025. Kabar penting ini disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam ajang Jakarta Geopolitical Forum IX/2025 di Lemhannas RI, Jakarta, pada hari Selasa. “Kami sedang membangun ekosistem baterai mobil yang terintegrasi. Tanggal 29 besok akan diresmikan, Insya Allah oleh Bapak Presiden,” tegas Bahlil, menandakan komitmen kuat pemerintah terhadap hilirisasi industri.
Proyek ambisius ini merupakan buah kerja sama investasi dengan perusahaan raksasa asal Tiongkok, Contemporary Amperex Technology Limited (CATL). Bahlil memerinci bahwa investasi baterai EV ini akan mencakup seluruh rantai pasok ekosistem baterai listrik, membentang dari hulu hingga hilir. Ini meliputi proses dari penambangan, pembangunan smelter, fasilitas High-Pressure Acid Leaching (HPAL), produksi prekursor, hingga tahap akhir pembuatan katoda. “Ini pertama kali di dunia sebesar ini,” kata Bahlil, menegaskan skala dan keunikan proyek ini di kancah global.
Total nilai investasi untuk proyek monumental ini diperkirakan mencapai 6 miliar dolar Amerika Serikat. Dengan adanya fasilitas produksi baterai EV yang terintegrasi penuh di Indonesia, Bahlil optimis biaya produksi dapat ditekan secara signifikan dibandingkan negara-negara lain. Ini akan menjadi keunggulan kompetitif bagi Indonesia dalam pasar kendaraan listrik global. “Ini yang kami bicarakan tentang dampak efek positif dan negatif dari negara-negara yang menganggap bahwa ini penting untuk kita melakukan kompetisi secara baik,” jelasnya, menyoroti pentingnya posisi Indonesia dalam persaingan industri global.
Adapun lokasi pembangunan pabrik ekosistem baterai EV strategis ini berada di Halmahera Timur, Maluku Utara, sebuah wilayah yang kaya akan sumber daya mineral. Proyek ini tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian integral dari 18 proyek hilirisasi nikel dan berbagai komoditas lainnya yang secara kolektif bernilai hampir 45 miliar dolar AS. Seluruh rangkaian proyek ini ditargetkan mulai berjalan pada Juni 2025, menandai percepatan industrialisasi di tanah air.
Bahlil menegaskan bahwa inisiatif hilirisasi skala besar ini mencakup beragam sektor vital. Mulai dari pengolahan nikel dan bauksit, pengembangan kilang minyak, sistem penyimpanan energi, hingga gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME). Tidak hanya itu, strategi hilirisasi juga merambah sektor perikanan, pertanian, dan kehutanan, yang kesemuanya bertujuan untuk mendukung kemandirian ekonomi. Pembangunan ekosistem baterai kendaraan listrik nasional ini menjadi salah satu pilar utama dalam agenda besar tersebut, memperkuat visi Indonesia sebagai pemain kunci dalam rantai pasok global.