
CENTER of Economic and Law Studies (Celios) menyoroti kenaikan signifikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Pati, yang dinilai memiliki kaitan erat dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Pandangan ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, sebagai respons atas pidato Presiden Prabowo dalam Sidang Tahunan MPR.
Dalam pidatonya, Presiden Prabowo mengklaim bahwa program MBG berpotensi menciptakan lapangan kerja baru serta meningkatkan prestasi siswa. Namun, Bhima Yudhistira justru berpendapat bahwa dampak MBG terhadap daya beli masyarakat tidak terlalu besar. “Bahkan yang terjadi di Pati itu ada kaitan dengan MBG. Kenapa? Karena MBG salah satunya adalah hasil efisiensi belanja pemerintah pusat yang direlokasi kepada MBG,” jelas Bhima dari kantor Celios di Jakarta pada Sabtu, 16 Agustus 2025.
Menurut analisis Bhima, konsekuensi dari efisiensi anggaran pusat ini memaksa pemerintah daerah untuk mencari cara instan dalam meningkatkan pendapatan, salah satunya melalui kenaikan PBB. Di sisi lain, Presiden Prabowo juga mengumumkan alokasi anggaran sebesar Rp 335 triliun untuk program MBG pada tahun depan. Angka ini mencakup porsi 44,2 persen dari total anggaran pendidikan yang mencapai Rp 757,8 triliun.
Lebih lanjut, Bhima Yudhistira turut menyoroti penurunan belanja modal pemerintah dalam postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Belanja modal diproyeksikan menurun tajam menjadi Rp 274,2 triliun, dari angka sebelumnya Rp 344,3 triliun dalam APBN 2025. Penurunan hingga 20,4 persen ini, menurutnya, berisiko menunda proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang vital.
Selain itu, kenaikan PBB di sejumlah daerah juga disebutnya berkaitan langsung dengan pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD). Dalam RAPBN 2026, dana TKD ditetapkan sebesar Rp 650 triliun, yang menunjukkan penurunan signifikan dari alokasi APBN 2025 sebesar Rp 919 triliun.
Pengurangan dana TKD ini, menurut Bhima, mengindikasikan adanya sentralisasi fiskal yang dapat memperbesar dan memeratakan tekanan finansial bagi daerah di tahun mendatang. “(Pada) 2026 akan ada lebih banyak daerah seperti Pati, Jombang, Ponororo, Cirebon juga, yang akan menaikkan (pendapatan) dengan instan,” tegas Bhima.
Di Pati sendiri, kenaikan PBB mencapai 250 persen, memicu gelombang demonstrasi dari masyarakat yang menuntut pengunduran diri Bupati Pati. Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman Suparman, mengonfirmasi lonjakan serupa terjadi di berbagai wilayah. “Di Kota Cirebon, PBB-P2 naik gila-gilaan, sampai ada kelompok pelaku usaha yang menggugat ke Mahkamah Agung,” ungkap Herman saat dihubungi pada Kamis, 14 Agustus 2025.
Namun, pemerintah membantah fenomena kenaikan tarif PBB-P2 oleh kepala daerah disebabkan oleh minimnya transfer dana ke daerah. Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menyatakan bahwa keputusan menaikkan PBB sepenuhnya merupakan kebijakan otonomi setiap pemerintah daerah. “Jadi bukan, menurut pendapat kami bukan karena itu (anggaran daerah kurang),” kata Prasetyo kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Rabu, 13 Agustus 2025.
Dani Aswara dan Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Warga Tuntut Bupati Pati Mundur: Ketentuan Penggantian Kepala Daerah