Impor Makin Mudah! Ini 10 Komoditas yang Aturannya Dilonggarkan

Jakarta – Pemerintah Indonesia secara resmi memberlakukan relaksasi kebijakan impor untuk sepuluh kelompok komoditas, sebuah langkah strategis yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Keputusan penting ini disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, sebagai upaya pemerintah dalam merespons dinamika perekonomian global sekaligus memperkuat daya saing nasional.

Permendag Nomor 16 Tahun 2025 ini secara signifikan mencabut regulasi sebelumnya, yaitu Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, serta Perubahannya melalui Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Airlangga menjelaskan bahwa pelonggaran aturan impor ini merupakan bagian dari upaya deregulasi yang krusial untuk meningkatkan kompetitivitas Indonesia di kancah internasional. “Indonesia mendapatkan review yang lebih rendah di tahun ini. Oleh karena itu, deregulasi menjadi sebuah keharusan yang diminta oleh Bapak Presiden (Prabowo Subianto) agar kita kompetitif,” tegas Airlangga dalam konferensi pers yang berlangsung di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, pada Senin, 30 Juni 2025.

Langkah deregulasi ini menargetkan total 482 pos tarif kode harmonized system (HS) yang tersebar dalam sepuluh kelompok komoditas utama. Perubahan kebijakan ini bertujuan untuk menyederhanakan prosedur impor, mengurangi hambatan, dan mempercepat arus barang. Berikut adalah rincian sepuluh kelompok komoditas yang mengalami pelonggaran kebijakan impor:

  • Produk kehutanan (441 HS): Sebelumnya memerlukan persetujuan impor (PI) dari Kementerian Kehutanan (Kemenhut), kini tidak ada larangan dan pembatasan (lartas), namun tetap memerlukan deklarasi impor dari Kemenhut.
  • Pupuk bersubsidi (7 HS): Regulasi sebelumnya mengharuskan PI teknis dari Kementerian Pertanian (Kementan), kini telah dihapus lartasnya.
  • Bahan bakar lain (9 HS): Sebelumnya diwajibkan memiliki PI teknis dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atau Kementerian Perindustrian (Kemenperin), saat ini tidak ada lartas.
  • Bahan baku plastik (1 HS): Dari PI non-teknis, kini tidak ada lartas.
  • Sakarin, siklamat, dan preparat bau-bauan beralkohol (6 HS): Sebelumnya membutuhkan PI teknis dari Kemenperin dan laporan surveyor (LS), kini hanya memerlukan LS.
  • Bahan kimia tertentu (2 HS): Dari PI teknis dan LS, kini cukup dengan LS.
  • Mutiara (4 HS): Sebelumnya mensyaratkan PI teknis dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta LS, kini hanya memerlukan LS.
  • Food tray atau ompreng (2 HS): Dari PI teknis dan LS, kini tidak ada lartas.
  • Alas kaki (6 HS): Sebelumnya memerlukan PI non-teknis dan LS, kini hanya memerlukan LS.
  • Sepeda roda dua dan roda tiga (4 HS): Dari PI non-teknis dan LS, kini hanya memerlukan LS.

Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap iklim usaha dan investasi di Indonesia, sejalan dengan visi pemerintah untuk menciptakan ekonomi yang lebih kompetitif dan adaptif terhadap tantangan global.

Alfitria Nefi P berkontribusi dalam penulisan artikel ini

You might also like