Saham Lebih Menarik! Investasi di Indonesia Timur Geser dari Bank

HargaPer.com – Murah &Terbaik – , MAKASSAR — Sebuah pergeseran signifikan dalam pola investasi tengah terjadi di kawasan Indonesia timur. Masyarakat di wilayah ini kini semakin menunjukkan minat yang meningkat tajam untuk menanamkan modalnya di pasar modal, meninggalkan kecenderungan lama untuk sekadar menghimpun dana di perbankan.

Mengacu pada data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Agustus 2025, kinerja perbankan di Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua) masih menunjukkan pertumbuhan yang moderat. Total aset tercatat sebesar Rp562,4 triliun, tumbuh 5,22% (year-on-year/YoY). Sementara itu, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp352,85 triliun dengan pertumbuhan 4,01% YoY, dan penyaluran kredit perbankan sebesar Rp440,97 triliun dengan kenaikan 4,02% YoY.

Kontras dengan sektor perbankan, pasar modal di Sulampua menunjukkan kinerja yang jauh lebih atraktif. Hingga Agustus 2025, jumlah investor pasar modal dari wilayah ini telah mencapai 1,15 juta Single Investor Identification (SID), melambangkan pertumbuhan impresif sebesar 25,57% YoY. Khususnya, instrumen saham menjadi primadona dengan pertumbuhan paling pesat, mencapai 34,56% YoY atau setara dengan 394.093 SID. Total nilai transaksi sejak Januari hingga Agustus 2025 bahkan telah menembus angka Rp41,91 triliun.

Ekonom Universitas Muhammadiyah Makassar, Sutardjo Tui, menilai bahwa sepanjang tahun ini, masyarakat di Indonesia timur memang menunjukkan kecenderungan peningkatan minat untuk berinvestasi di pasar modal dibandingkan dengan menghimpun dananya di bank.

Fenomena ini, lanjut Sutardjo, didorong oleh potensi keuntungan yang lebih menarik dari instrumen investasi seperti saham, reksa dana, maupun Surat Berharga Negara (SBN). “Investasi saham tidak hanya menawarkan dividen tetapi juga peluang keuntungan modal atau capital gain yang signifikan. Selain itu, instrumen seperti Sertifikasi Bank Indonesia (SBI) juga memberikan imbal hasil yang lebih kompetitif,” ucap Sutardjo Tui kepada Bisnis, Kamis (30/10/2025).

OJK: Masyarakat di Wilayah Timur Mulai Paham Pentingnya Diversifikasi Aset

Di sisi lain, timbul kekhawatiran di tengah masyarakat untuk menghimpun dana di bank, akibat perlambatan pertumbuhan kredit di sektor riil dan potensi terhambatnya perputaran ekonomi regional. Terlebih, sektor riil saat ini dianggap kurang atraktif karena beban Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga 12% yang dikenakan pada setiap transaksi di sektor tersebut.

Beban pajak yang tinggi ini, dikatakan Sutardjo, membuat para pelaku usaha lebih memilih untuk mengalihkan dana mereka ke instrumen finansial yang lebih likuid dan memiliki potensi return tinggi. Dampak langsung dari fenomena ini terlihat di sektor perbankan, seperti akumulasi dana kredit yang sudah disetujui namun belum ditarik oleh debitur. Hal tersebut cukup menggambarkan minimnya permintaan dari sektor riil.

Oleh sebab itu, guna mengatasi moderasi pertumbuhan kinerja perbankan, Sutardjo menyarankan agar bank-bank segera menyalurkan kredit yang telah disetujui. Tujuannya adalah agar uang beredar secara lebih masif dan memutar roda perekonomian. Logikanya, jika uang berputar kencang, penerimaan pajak pemerintah dari setiap putaran transaksi juga akan meningkat, sekaligus memberikan manfaat lebih besar bagi perekonomian nasional, dibandingkan jika dana hanya “parkir” di instrumen finansial.

Selain itu, guyuran bantuan uang yang diusulkan pemerintah pusat ke Bank Himbara, sebaiknya juga ditujukan ke bank daerah. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan peredaran uang di tingkat lokal, sehingga sektor riil dapat berputar lebih kencang, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. “Kenaikan pendapatan akan mendorong konsumsi, yang kemudian memicu peningkatan produksi, dan berujung pada pertumbuhan ekonomi yang signifikan,” pungkasnya. Pergeseran ini mencerminkan kesadaran kolektif akan pentingnya optimalisasi penempatan dana untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

You might also like