
HargaPer.com – Murah &Terbaik JAKARTA. Di tengah gejolak dinamika ekonomi global, beberapa instrumen investasi terus menunjukkan daya tariknya bagi para investor. Pasar modal Indonesia, meskipun tak luput dari volatilitas, tetap menyimpan potensi keuntungan yang signifikan bagi berbagai strategi investasi yang cermat.
Eri Kusnadi, Direktur PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen, mengamati bahwa pergerakan pasar saham di Indonesia masih cenderung fluktuatif. Fenomena ini tercermin dari adanya saham-saham yang melonjak naik, diiringi oleh saham lain yang justru mengalami koreksi. Kondisi pasar yang dinamis ini tak lepas dari kuatnya sentimen global yang turut membentuk arah pasar modal domestik.
“Apa yang terjadi di suatu negara tidak lepas dari pengaruh global dan negara lain yang punya dampak terhadap perekonomian kita,” terang Eri dalam forum OCBC Business Forum, Jumat (24/10/2025), menegaskan interkonektivitas ekonomi dunia.
Bergeser ke analisis prospek saham, Budi Rustanto, Head of Research OCBC Sekuritas, memaparkan bahwa masa depan saham-saham blue chip akan sangat ditentukan oleh dua faktor krusial. Pertama adalah pertumbuhan fundamental perusahaan, dan kedua adalah valuasi saham yang mencerminkan apakah harganya masih berada pada tingkat yang wajar.
“Kalau kita bicara saham-saham blue chip, pada umumnya saat ini harganya sudah sangat diskon, murah, tinggal melihat momentum pertumbuhan ekonomi,” imbuh Budi. Menurutnya, kondisi ini merupakan peluang bagi investor untuk mencermati saham-saham unggulan yang memiliki potensi bangkit seiring perbaikan ekonomi.
Budi juga menyoroti beberapa sektor yang patut menjadi perhatian investor. Sektor perbankan, konsumer, dan ritel diprediksi akan menarik. Logikanya sederhana, selama pertumbuhan ekonomi terus menguat, konsumsi masyarakat juga akan meningkat, sehingga sektor-sektor ini menjanjikan potensi pertumbuhan yang cukup cerah.
Selain instrumen saham, emas masih memancarkan pesonanya sebagai aset investasi yang menguntungkan. Kadek Eva Saputra, Head of Bullion Business Division PT Pegadaian, memperkirakan harga emas akan terus menanjak. Proyeksi ini didasari oleh beberapa faktor, termasuk ketegangan geopolitik global dan tingginya permintaan pasar.
“Tidak hanya investor, bank sentral pun ramai-ramai membeli emas. Artinya demand akan tinggi. Ketidakpastian juga mendorong harga emas,” jelas Kadek, menggambarkan bagaimana situasi global mendorong investor dan institusi besar melirik emas sebagai safe haven.
Kadek menambahkan, alokasi ideal untuk investasi emas sejatinya bervariasi sesuai dengan kondisi individu. Umumnya, porsi awal berada di kisaran 7,5% hingga 10% dari total portofolio investasi. Namun, dalam dua tahun terakhir, beberapa ahli menyarankan peningkatan alokasi antara 15% hingga 20% untuk keperluan rebalancing portofolio.
“Jadi pada saat investor ingin berinvestasi di tengah kondisi tidak menentu, 20% ini digunakan untuk rebalancing portofolio,” tegas Kadek, menekankan peran emas dalam menjaga keseimbangan dan mitigasi risiko.
Menutup diskusi, Eri Kusnadi kembali menekankan pentingnya strategi alokasi portofolio yang disesuaikan dengan profil risiko investor. Bagi investor dengan profil konservatif, portofolio 100% pada obligasi dapat menjadi pilihan aman. Sementara itu, investor moderat disarankan menempatkan 70% portofolio pada obligasi dan reksadana pasar uang. Untuk investor agresif, pembagian 50% pada obligasi dan reksadana pasar uang, serta 50% pada saham, bisa menjadi strategi yang optimal.
“Karena ketidakpastian masih ada, penting bagi investor menyesuaikan porsi investasi sesuai profil risikonya,” pungkas Eri, memberikan pesan kunci bahwa fleksibilitas dan pemahaman diri adalah pondasi utama dalam menghadapi dinamika pasar yang terus berubah.