
KONTAN.CO.ID. Di tengah gegap gempita lonjakan hashrate jaringan Bitcoin yang nyaris menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa, fenomena tak terduga justru terjadi. Sejumlah penambang solo berhasil mencetak kemenangan besar, mengamankan reward satu blok Bitcoin secara penuh, sebuah capaian yang langka dan sangat prestisius.
Menurut data dari Blockchain.com, hashrate jaringan Bitcoin saat ini telah mencapai kisaran 902 exahash per detik (EH/s), angka yang sangat mendekati rekor historis. Angka ini tidak hanya menunjukkan peningkatan pesat dalam aktivitas penambangan global, tetapi juga mencerminkan ketatnya persaingan serta tingkat kesulitan penambangan yang terus meroket, membuat peluang bagi penambang individu untuk memenangkan satu blok Bitcoin menjadi sangat minim.
Namun, sebagaimana dilaporkan oleh Cointelegraph.com pada Jumat (2/8/2025), pekan lalu seorang penambang solo membuktikan bahwa peluang itu, sekecil apa pun, masih terbuka lebar. Melalui pool Solo CK, penambang tersebut sukses menambang blok 907.283 dan berhak atas hadiah penuh sebesar 3,125 BTC. Nilai hadiah ini setara dengan lebih dari US$372.000 kala itu, ditambah dengan biaya transaksi sekitar US$3.436.
Kemenangan epik ini bukanlah kasus tunggal yang terisolasi. Pada awal Juli, penambang solo lain dengan kekuatan komputasi yang relatif kecil, hanya 2,3 petahash (PH/s), juga berhasil memperoleh reward satu blok Bitcoin penuh. Kejadian serupa tercatat berulang kali pada bulan Juni, Maret, dan Februari tahun ini, menandakan adanya tren menarik di kalangan komunitas penambang Bitcoin mandiri.
“Kami melihat para penambang solo mulai memenangkan blok bukan semata karena keberuntungan buta, melainkan karena mereka kini menggunakan perangkat keras penambangan yang sangat efisien dan bertenaga,” ujar Samuel Li, Chief Technology Officer ASICKey, kepada Cointelegraph. Ia menambahkan bahwa inovasi dalam teknologi perangkat penambangan modern kini memungkinkan produksi hashrate tinggi dengan konsumsi daya yang jauh lebih rendah, mengubah lanskap penambangan Bitcoin solo.
Efisiensi Jadi Kunci
Bagi penambang solo, efisiensi operasional adalah fondasi utama keberhasilan. “Ambil contoh perangkat KEYMINER A1 kami—meskipun dayanya hanya 650 watt, ia mampu menghasilkan 1.100 terahash per detik (TH/s), dengan potensi keuntungan hingga US$1.200 per bulan untuk Bitcoin,” jelas Li. Ia bahkan menyoroti bahwa untuk altcoin tertentu seperti Dash, keuntungan bulanan yang dihasilkan bisa mencapai US$3.800, menunjukkan fleksibilitas dan potensi profitabilitas perangkat ini.
Perangkat KEYMINER A1 sendiri merupakan bagian dari lini produk unggulan ASICKey yang diluncurkan pada November tahun lalu, bersama dengan model KEYMINER X dan KEYMINER PRO. Menurut data perusahaan, model KEYMINER X dirancang untuk menghasilkan 2.300 TH/s dengan konsumsi daya 1.300 watt, sementara model PRO adalah yang paling perkasa, mampu mencapai 5.800 TH/s dengan konsumsi daya 2.800 watt. Berdasarkan kondisi pasar saat ini, ASICKey memperkirakan model PRO dapat menghasilkan pendapatan bulanan hingga US$6.300, menjadikannya pilihan menarik bagi penambang serius.
Meskipun demikian, Li mengakui bahwa secara statistik, peluang penambang solo untuk memenangkan blok masih sangat kecil. “Solo mining pada dasarnya tetap seperti lotre besar, kecuali jika Anda mengendalikan puluhan PH/s. Bahkan dengan kekuatan komputasi sebesar itu pun, Anda baru memiliki peluang realistis untuk menang dalam jangka waktu yang masuk akal,” jelasnya. Dengan hashrate jaringan Bitcoin saat ini yang masif, seorang penambang dengan satu petahash (setara 1.000 TH/s) hanya memiliki peluang sekitar 1 banding 650.000 untuk memecahkan satu blok setiap 10 menit, menegaskan sifat spekulatif dari aktivitas ini.
Mengapa Penambang Kembali Solo?
Li mengamati adanya “sedikit kebangkitan” minat terhadap penambangan Bitcoin solo, meskipun dengan motivasi yang beragam. “Beberapa penambang melakukannya bukan untuk pendapatan yang stabil dan teratur, melainkan demi peluang mendapat hadiah besar 6,25 BTC ditambah biaya transaksi yang bisa benar-benar mengubah hidup mereka jika berhasil,” ungkapnya, menyoroti aspek ‘jackpot’ dari solo mining.
Selain alasan ekonomi yang menggiurkan, sebagian penambang juga terdorong oleh idealisme yang lebih dalam, yakni menjaga desentralisasi jaringan Bitcoin. Mereka ingin menghindari ketergantungan yang berlebihan pada mining pool besar yang mendominasi. Menurut data dari Hashrate Index, pool Foundry USA yang berbasis di Amerika Serikat saat ini menguasai 29,3% dari total hashrate Bitcoin. Dominasi ini diikuti oleh AntPool (16,2%), ViaBTC (12,0%), dan F2Pool (11,6%).
Potensi bahaya dari dominasi ini terletak pada risiko serangan 51%. Jika satu atau beberapa pool menguasai lebih dari 50% hashrate jaringan, mereka berpotensi melancarkan serangan ini, yang memungkinkan terjadinya pengeluaran ganda (double spending). Meskipun sangat jarang terjadi dan memerlukan biaya yang sangat besar, serangan semacam itu dapat secara signifikan merusak kepercayaan terhadap jaringan Bitcoin dan integritasnya.
“Pada akhirnya, semakin banyak penambang solo—terutama yang menggunakan energi bersih dan perangkat efisien—dapat berkontribusi terhadap jaringan Bitcoin yang lebih sehat dan terdesentralisasi. Itu sejalan sepenuhnya dengan visi awal Bitcoin sebagai sistem terbuka tanpa izin dan mandiri,” pungkas Li, menekankan pentingnya peran penambang individu dalam menjaga filosofi inti Bitcoin.