MANAJEMEN PT Toba Pulp Lestari Tbk. (TPL) dengan tegas membantah tudingan bahwa aktivitas perusahaan menjadi penyebab banjir bandang yang menerjang sejumlah wilayah di Sumatera Utara pada pekan lalu. Anwar Lawden, Corporate Secretary Toba Pulp Lestari, menyatakan bahwa perusahaan tidak memiliki keterkaitan dengan bencana alam tersebut.
“Perseroan menghormati pendapat publik, namun informasi yang disampaikan harus didasarkan pada data yang dapat diverifikasi. Kami tetap membuka ruang dialog konstruktif,” ujar Anwar dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Selasa, 2 Desember 2025. Pernyataan ini dikeluarkan sebagai respons atas tuduhan yang dilayangkan oleh sejumlah pihak.
Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara menyebutkan bahwa tujuh perusahaan, termasuk Toba Pulp, diduga kuat menjadi penyebab kerusakan ekologis di Ekosistem Batang Toru dan kawasan sekitarnya. Walhi menyoroti dampak deforestasi masif yang memperparah banjir dan longsor, terutama di Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah.
Menurut Walhi, bencana yang terjadi bukan semata-mata disebabkan oleh cuaca ekstrem, melainkan dipicu oleh kerusakan tutupan hutan yang signifikan. Direktur Walhi Sumut, Rianda Purba, bahkan menuntut pemerintah untuk menghentikan aktivitas industri ekstraktif di kawasan Batang Toru dan mencabut izin perusahaan yang dinilai merusak lingkungan. “Ini bukan bencana alam, tetapi bencana ekologis akibat kerusakan lingkungan,” tegas Rianda dalam keterangan tertulis, Senin, 1 Desember 2025.
Menanggapi tudingan tersebut, Anwar Lawden menjelaskan bahwa seluruh kegiatan hutan tanaman industri (HTI) perusahaan telah mengikuti standar pengelolaan berkelanjutan. Ia menambahkan bahwa proses penilaian High Conservation Value (HCV) dan High Carbon Stock (HCS) dilakukan oleh pihak ketiga yang independen, guna memastikan transparansi dan akuntabilitas.
Anwar juga merinci bahwa dari total konsesi seluas 167.912 hektare, hanya sekitar 46.000 hektare yang ditanami eucalyptus. Selebihnya, menurutnya, merupakan area lindung dan konservasi yang berfungsi menjaga keseimbangan ekosistem.
Lebih lanjut, Anwar menyatakan bahwa perusahaan belum menerima salinan resmi terkait dengan rencana rekomendasi pemerintah daerah yang dikaitkan dengan evaluasi operasional perusahaan. Pihaknya masih menunggu penjelasan mengenai apakah rekomendasi tersebut menyasar seluruh kegiatan atau hanya sebagian. Sebagai bentuk itikad baik, perusahaan telah mengirimkan surat permohonan audiensi kepada Gubernur Sumatera Utara untuk menjelaskan posisi korporasi. Ia juga menegaskan bahwa seluruh aktivitas operasional perusahaan telah sesuai dengan izin dan regulasi yang berlaku.
Anwar juga menyampaikan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada periode 2022–2023 telah menyatakan bahwa perusahaan taat regulasi dan tidak ditemukan pelanggaran sosial maupun lingkungan. “Pemantauan kualitas lingkungan dilakukan berkala bersama lembaga independen,” imbuhnya.
Menanggapi isu deforestasi yang santer diperbincangkan, Anwar menjelaskan bahwa penebangan dan penanaman kembali dilakukan sesuai tata ruang dan dokumen perencanaan yang disahkan pemerintah. Jeda waktu antara penebangan dan penanaman kembali pun dipastikan tidak lebih dari satu bulan.
Perusahaan juga mengklaim telah mengalokasikan sekitar 48.000 hektare lahan sebagai kawasan konservasi, termasuk habitat satwa liar. Selain itu, Anwar membantah adanya konflik hukum berulang dengan masyarakat adat maupun gugatan hukum aktif, serta menekankan bahwa perusahaan mengedepankan dialog dan kemitraan.
Di sisi lain, Kepolisian Daerah Sumatera Utara mencatat adanya perluasan wilayah terdampak bencana banjir dan longsor. Hingga saat ini, tercatat kerusakan akibat bencana alam terjadi di 21 wilayah Sumatera Utara sejak 24 November 2024.
Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat Polda Sumut, Ajun Komisaris Besar Siti Rohani, menjelaskan bahwa terdapat delapan wilayah tambahan yang terdampak bencana alam, yakni Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Tanah Karo, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Asahan, Kota Binjai, dan Kota Pematangsiantar.
“Bencana alam yang terjadi di beberapa Wilayah Hukum Polda Sumut, diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi dalam beberapa hari terakhir,” kata Siti melalui keterangan resminya, Ahad, 30 November 2025.
Berdasarkan data per 1 Desember 2025, tercatat ada 1.090 korban terdampak bencana. Rinciannya adalah 176 orang meninggal dunia, 32 orang luka berat, 722 orang luka ringan, dan 160 orang masih dalam pencarian. Selain itu, terdapat 30.445 orang yang mengungsi akibat bencana ini.
Pilihan Editor: Adu Cepat Membuka Akses yang Terputus Banjir Sumatera