
JAKARTA – Pergerakan harga emas dunia terpantau mendatar pada perdagangan Jumat (19/9). Hal ini terjadi setelah Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, sebuah langkah yang ternyata belum sepenuhnya memenuhi ekspektasi para pelaku pasar. Kini, perhatian investor tertuju pada sinyal-sinyal lanjutan mengenai arah kebijakan moneter AS, yang akan sangat menentukan pergerakan harga emas ke depan.
Pada pukul 03.11 GMT, harga emas spot tercatat nyaris tidak berubah, bertahan di level US$3.646,23 per ons. Angka ini jauh di bawah level rekor tertingginya yang sempat disentuh pada Rabu lalu, yakni US$3.707,40. Sementara itu, kontrak berjangka emas AS untuk pengiriman Desember juga menunjukkan pergerakan yang stagnan, dengan harga stabil di US$3.678,90 per ons.
Analis Capital.com, Kyle Rodda, menyoroti bahwa meskipun sentimen pasar masih cenderung bullish terhadap emas, euforia tersebut kini mulai mereda. “Intinya, The Fed tidak memberikan panduan kebijakan yang cukup dovish untuk mendorong harga emas lebih tinggi secara signifikan,” jelas Rodda. Ia menambahkan bahwa proyeksi bank sentral yang hanya mengindikasikan satu kali pemangkasan suku bunga hingga tahun 2026 ternyata lebih tinggi dari ekspektasi pasar. Kondisi ini secara langsung memicu kenaikan imbal hasil obligasi dan penguatan dolar AS, memberikan tekanan pada harga emas.
Rodda lebih lanjut berpendapat bahwa emas membutuhkan pemicu baru yang kuat untuk dapat kembali menembus level US$3.700. “Data ekonomi AS yang lebih lemah kemungkinan besar akan menjadi katalis yang dibutuhkan untuk memicu kenaikan tersebut,” ujarnya, mengindikasikan potensi pergeseran sentimen pasar jika indikator ekonomi menunjukkan perlambatan.
Kendati The Fed telah kembali memangkas suku bunga pada Rabu lalu dan membuka peluang untuk penurunan lebih lanjut, bank sentral ini juga menyisipkan peringatan penting. Mereka menyoroti risiko inflasi yang masih tinggi, yang kemudian menimbulkan keraguan di kalangan pelaku pasar mengenai seberapa cepat dan agresif langkah pelonggaran kebijakan moneter berikutnya akan diambil. Menanggapi hal ini, Ketua The Fed Jerome Powell menjelaskan bahwa pemangkasan tersebut merupakan langkah berbasis manajemen risiko, didasari oleh pelemahan yang terlihat di pasar tenaga kerja. Powell juga menegaskan bahwa keputusan kebijakan suku bunga akan selalu ditentukan berdasarkan hasil evaluasi dari rapat ke rapat.
Melihat ke depan, data dari alat CME FedWatch menunjukkan bahwa pelaku pasar kini memperkirakan peluang yang sangat tinggi, yakni 92%, bahwa The Fed akan kembali memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan Oktober mendatang. Penurunan suku bunga ini secara tradisional dianggap positif bagi harga emas, karena mengurangi biaya peluang untuk memegang aset yang tidak memberikan imbal hasil seperti emas, membuatnya lebih menarik dibandingkan instrumen investasi lain.
Di sisi lain, kondisi pasar tenaga kerja AS juga menjadi fokus perhatian. Data terbaru mengungkapkan bahwa jumlah klaim baru tunjangan pengangguran di Amerika Serikat memang mengalami penurunan pada pekan lalu. Namun, tren pelemahan di pasar tenaga kerja secara keseluruhan masih berlanjut, dipicu oleh berkurangnya permintaan dan pasokan tenaga kerja, sebuah indikator yang akan terus dicermati oleh The Fed dalam menentukan kebijakan selanjutnya.
Selain emas, pergerakan di pasar logam mulia lainnya juga menunjukkan dinamika serupa. Harga perak tercatat naik 0,7% menjadi US$42,11 per ons, sementara platinum menguat tipis 0,2% ke level US$1.386,10. Palladium juga mengalami kenaikan sebesar 0,6%, mencapai US$1.157,49. Meskipun demikian, palladium menjadi satu-satunya logam yang masih mencatat penurunan mingguan, yakni sebesar 3,3%, menunjukkan volatilitas yang lebih tinggi di tengah kondisi pasar saat ini.