
Mayoritas saham perbankan besar mencatatkan kinerja kurang memuaskan dengan ditutup melemah pada perdagangan Selasa (26/8/2025). Tren ini selaras dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang juga berakhir di zona merah, meskipun sempat menunjukkan penguatan di sesi pertama.
Merujuk pada data resmi dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG menutup perdagangan dengan terkoreksi tipis sebesar 21,15 poin atau setara dengan 0,27%. Penurunan ini membawa indeks ke level 7.905,75 pada akhir sesi perdagangan hari itu.
Pada perdagangan tersebut, tiga nama raksasa di sektor perbankan Tanah Air, yakni saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), kompak ditutup di teritori negatif. Berbeda dengan ketiganya, saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) justru berhasil mencatatkan kenaikan yang signifikan.
BBCA menjadi bank dengan penurunan harga saham paling dalam di antara bank-bank besar lainnya. Saham bank ini anjlok 2,65% dan berakhir di level Rp 8.250 per saham. Padahal, sepanjang hari, harga saham BBCA sempat menyentuh level tertinggi Rp 8.475.
Selanjutnya, BMRI juga mengalami tekanan dengan turun 1,0% dan ditutup pada harga Rp 4.900 per saham. Meskipun demikian, BMRI sempat mencapai harga tertinggi Rp 4.950 pada hari yang sama.
Tidak ketinggalan, saham BBRI tercatat melemah 0,95% dan menyelesaikan perdagangan di level Rp 4.170 per saham. Menariknya, di antara jajaran bank besar yang melemah, penurunan BBRI ini merupakan yang paling minim, menunjukkan resiliensi yang lebih baik.
Di sisi lain, BBNI berhasil membalikkan tren pasar dengan mencatatkan kenaikan impresif sebesar 2,02%. Kinerja positif ini membawa harga saham BBNI ditutup di level Rp 4.540 per saham, menonjol di tengah pelemahan sektor.
Menganalisis pergerakan ini, Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, Indy Naila, mengungkapkan bahwa meskipun sektor perbankan secara umum melemah, investor asing menunjukkan ketertarikan yang berbeda. Terbukti, mereka banyak melakukan aksi net buy pada saham BBRI, sementara masih terlihat melakukan distribusi pada saham BBCA.
Indy menjelaskan, preferensi investor asing terhadap BBRI ini dilatari oleh fokus bank tersebut pada pengendalian CASA (Current Account Savings Account) dan profitabilitasnya yang tetap terjaga baik. Selain itu, sentimen positif dari potensi pemangkasan suku bunga acuan di masa mendatang juga dapat menjadi pendorong pertumbuhan kredit, yang tentunya akan menguntungkan bank-bank besar.
Lebih lanjut, Indy Naila merekomendasikan saham-saham bank Himbara (bank milik negara) sebagai pilihan investasi yang menarik untuk jangka panjang. Sementara itu, untuk bank-bank digital, ia menyarankan para investor untuk mencermati fundamental dan valuasi yang masih tergolong cukup mahal.