
Anggota parlemen di Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyatakan ketidaktahuan mereka mengenai kesepakatan burden sharing antara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI) untuk mendanai program-program prioritas Asta Cita Presiden terpilih Prabowo Subianto. Program yang dimaksud mencakup Koperasi Desa dan Kelurahan Merah Putih (Kopdes Merah Putih) serta proyek perumahan rakyat.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Mohamad Hekal, mengaku terkejut saat mengetahui kabar tersebut. Ia menegaskan bahwa Komisi XI belum pernah menerima penjelasan resmi dari Kemenkeu maupun BI terkait kesepakatan vital ini. “Saya baru baca itu di media juga, kita belum dapat penjelasan resminya. Kita dengar penjelasannya dulu dari mereka ya,” ungkap Hekal di Gedung DPR RI, Jakarta, pada Rabu (3/9/2025), seraya menambahkan bahwa ia tak bisa berkomentar lebih jauh sebelum mendapatkan informasi lengkap dari kedua belah pihak.
Hekal menjelaskan bahwa diskusi mengenai burden sharing terakhir kali terjadi saat pandemi Covid-19 melanda. Berbeda dengan konteks tersebut, skema pembagian beban untuk mendanai program prioritas Presiden Prabowo Subianto ini sama sekali belum pernah dibahas dalam forum Komisi XI. “Mungkin ada pembahasan di antara mereka, tapi belum disampaikan kepada kita. Nanti kita tanya lah pada kesempatan berikutnya,” ujarnya, mengindikasikan bahwa Komisi XI akan segera meminta klarifikasi.
Senada dengan Hekal, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI lainnya, Dolfie Othniel Frederic Palit, juga mengaku tidak mengetahui detail mengenai skema burden sharing yang dimaksud. Saat ditemui di Gedung DPR pada hari yang sama, Dolfie bertanya balik, “Skema apa? Saya belum tahu.” Ia kemudian menegaskan, setelah menerima penjelasan dari awak media, bahwa “Belum dibahas. Belum pernah dibahas,” menunjukkan kebingungan yang sama di kalangan anggota dewan.
Dolfie lantas menjelaskan bahwa pembahasan terakhir Komisi XI dengan pemerintah terkait pembiayaan program Kopdes Merah Putih jauh berbeda. Sebelumnya, skema yang dibahas adalah penempatan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) oleh pemerintah ke bank-bank BUMN, yang kemudian menyalurkan dana tersebut dalam bentuk kredit atau pinjaman kepada Kopdes Merah Putih.
Adapun untuk pembiayaan program 3 juta rumah, Dolfie menyebut bahwa pembahasan sebelumnya melibatkan peran BI dalam menyiapkan dana melalui instrumen Giro Wajib Minimum (GWM). Dana GWM ini akan disalurkan kepada bank-bank yang aktif menyalurkan kredit perumahan. “Selama ini kita mendukung BI untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Nah, instrumen andalannya BI selama ini berarti GWM. GWM kan kayak dulu ada GWM untuk mobil listrik, nah sekarang GWM untuk sektor perumahan,” papar Dolfie, memberikan konteks tentang penggunaan GWM sebagai alat kebijakan BI.
Sebagai informasi, kesepakatan burden sharing antara Kemenkeu dan BI untuk membiayai program Kopdes Merah Putih serta 3 juta rumah ini sejatinya telah diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur BI Perry Warjiyo. Pengungkapan terjadi saat Rapat Kerja (Raker) dengan Komite IV DPD RI pada Selasa (2/9/2025), sehari sebelum pernyataan para anggota Komisi XI DPR.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan secara rinci bahwa pemerintah dan Bank Indonesia telah mencapai kesepakatan untuk pembagian beban bunga dengan porsi 50:50. Melalui skema inovatif ini, biaya bunga yang sebelumnya menjadi tanggungan penuh APBN dapat dipangkas hingga separuhnya, memberikan ruang fiskal yang lebih lega bagi negara.
Dalam kesepakatan ini, baik BI maupun Kemenkeu masing-masing akan menanggung beban bunga sebesar 2,9 persen untuk pendanaan program 3 juta rumah. Sementara itu, untuk program Kopdes Merah Putih, kedua institusi akan menanggung beban bunga sebesar 2,15 persen. Perry Warjiyo turut menjelaskan formulanya: “Formulanya sebenarnya bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun dikurangi hasil penempatan pemerintah di perbankan. Kemudian sisanya itu dibagi dua,” terangnya, menguraikan mekanisme perhitungan pembagian beban.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa skema burden sharing ini merupakan strategi ganda. Selain bertujuan meringankan beban APBN, langkah ini juga dirancang untuk tetap menjaga independensi Bank Indonesia sebagai otoritas moneter. “Untuk Koperasi Merah Putih, itu bisa dananya menjadi murah kepada koperasi, ini karena kami dengan BI melakukan semacam burden sharing,” pungkas Sri Mulyani, menyoroti manfaat langsung bagi penerima program.