
WASHINGTON DC, KOMPAS.com – Kebijakan dan retorika kontroversial Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, kini mulai menunjukkan dampaknya yang signifikan terhadap sektor pariwisata di Negeri Paman Sam. Data terbaru secara jelas mengindikasikan adanya penurunan jumlah wisatawan dari Eropa, sebuah tren yang mengkhawatirkan bagi industri perjalanan AS.
Menurut Kantor Pariwisata dan Perjalanan Nasional AS (NTTO), kunjungan wisatawan dari Eropa Barat ke AS mengalami penurunan sebesar 1 persen pada Februari 2025, dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya. Angka ini menjadi sorotan tajam mengingat pada Februari 2024, jumlah wisatawan justru melonjak drastis hingga 14 persen, menunjukkan perubahan arah yang mencolok. Penurunan paling drastis tercatat dari Slovenia sebesar 26 persen, diikuti oleh Swiss dan Belgia. Bahkan, wisatawan dari Denmark yang sebelumnya menunjukkan peningkatan 7 persen, kini turun 6 persen.
Berbagai faktor turut memperburuk situasi ini. Selain retorika presiden, kebijakan imigrasi yang semakin ketat, eskalasi perang dagang global, dan usulan kontroversial Trump untuk mencaplok Greenland, semuanya berkontribusi pada sentimen negatif yang membuat Eropa enggan berkunjung. Dampak personal dari kebijakan ini terlihat dari kisah Kim Kugel Sorenson, seorang warga Denmark, yang terpaksa membatalkan perjalanannya ke California untuk menghadiri pernikahan temannya.
Ketika minat wisatawan Eropa terhadap AS merosot, negara tetangga Kanada justru menikmati lonjakan kunjungan. Agen perjalanan Jerman, America Unlimited, melaporkan bahwa banyak warga Jerman kini secara aktif memilih Kanada sebagai destinasi liburan utama mereka. “Kanada mengalami lonjakan wisatawan yang belum pernah terjadi sebelumnya,” ungkap CEO America Unlimited, Timo Kohlenberg, menegaskan pergeseran preferensi pasar.
Fenomena ini bukan sekadar preferensi destinasi, melainkan juga cerminan solidaritas. Beberapa wisatawan Eropa melihat perjalanan ke Kanada sebagai bentuk dukungan setelah Trump sempat mengancam akan menjadikan negara itu sebagai negara bagian ke-51 AS. Tidak hanya itu, warga Kanada sendiri juga mulai enggan bepergian ke selatan. Data dari Key Data, sebuah perusahaan analitik, menunjukkan bahwa pemesanan properti liburan di Eropa oleh warga Kanada melonjak 32 persen untuk periode Juni hingga Agustus dibandingkan tahun sebelumnya, menandakan penarikan diri dari pasar AS.
Meskipun menghadapi tekanan yang nyata, beberapa perusahaan perjalanan masih berusaha mempertahankan optimisme terhadap pasar wisata AS. TUI, operator tur terbesar di Eropa, misalnya, tetap memperkirakan jumlah wisatawan Jerman ke AS akan tetap kuat, khususnya untuk perjalanan ke kota-kota besar dan tur menggunakan campervan. “Kami masih mengharapkan lebih banyak wisatawan Jerman ke AS dibandingkan tahun 2024,” ujar juru bicara TUI.
Namun, harapan ini berbanding terbalik dengan data aktual. NTTO justru mencatat bahwa kunjungan wisatawan Jerman ke AS mengalami penurunan 9 persen pada Februari 2025, setelah sempat meningkat 18 persen pada tahun sebelumnya. Realitas ini diperparah dengan langkah pemerintah Inggris dan Jerman yang memperbarui panduan perjalanan mereka ke AS, secara eksplisit menyoroti peraturan imigrasi yang semakin ketat dan tidak dapat diprediksi.
Kasus penahanan beberapa warga Jerman di perbatasan AS telah memicu kekhawatiran serius di kalangan calon pelancong. “Pemeriksaan di perbatasan semakin ketat, dan petugas memiliki kewenangan lebih besar daripada yang disadari,” jelas Maria del Carmen Ramos, seorang pengacara imigrasi dari firma hukum Shumaker, Loop & Kendrick, LLP, menggarisbawahi potensi risiko yang dihadapi pengunjung.
Penurunan signifikan jumlah wisatawan Eropa ini berpotensi besar merugikan ekonomi AS. Pasalnya, wisatawan asing diketahui menghabiskan tujuh hingga delapan kali lebih banyak dibandingkan wisatawan domestik. Pada tahun 2023 saja, wisatawan Eropa telah menyumbang sekitar 155 miliar dollar AS (setara Rp 2.566 triliun) melalui perjalanan mereka ke AS.
Jika tren ini berlanjut tanpa perbaikan, AS berisiko kehilangan salah satu sumber pendapatan utama dari sektor pariwisata. Sebaliknya, negara-negara lain seperti Kanada dan Meksiko justru diuntungkan dari pergeseran preferensi ini, mengikis posisi AS sebagai destinasi unggulan di mata dunia internasional.