Jatuh Cinta Saat Traveling: Alasan Ilmiah & Tips Menghindarinya!

Dunia traveling seringkali menjadi saksi bisu kisah romantis yang tak terduga, di mana banyak pelancong melaporkan bertemu belahan jiwa atau pujaan hati mereka. Ambil contoh Kelly Tolliday, seorang traveler yang berangkat ke Irlandia bersama temannya untuk menghadiri sebuah pernikahan, namun justru menemukan kekasih hatinya di sana.

Kisah serupa juga dialami oleh Lanie van der Horst, seorang kreator blog perjalanan keluarga, yang menemukan cinta saat melakukan perjalanan ke luar negeri. Ia bertemu dengan calon suaminya dalam sebuah tur yang berlangsung selama tiga minggu.

Terakhir, Isheeta Borkar, salah satu pemilik dan penulis Travelicious Couple, juga menjumpai cinta sejati saat bepergian. Pertemuannya terjadi melalui aplikasi Tinder ketika ia sedang mengunjungi Seattle.

Ternyata, fenomena jatuh cinta saat traveling ini tidak hanya sekadar romantis, tetapi juga memiliki dasar ilmiah yang kuat. Para ahli mengungkapkan bahwa mulai dari penurunan tingkat stres hingga keterbukaan terhadap pengalaman baru, traveling menciptakan lingkungan yang ideal untuk tumbuhnya benih-benih cinta.

Stres Menurun, Hati Lebih Terbuka

Seperti yang dilansir oleh Huffpost, pakar perjalanan sekaligus Direktur Parklink di Inggris, Daniel Clarke, menjelaskan bahwa saat bepergian, seseorang cenderung merasa jauh lebih rileks. “Saat bepergian ke luar negeri, kita cenderung merasa lebih rileks, tidak terlalu khawatir dengan stres kehidupan sehari-hari,” ujarnya. Ketenangan ini memberikan ruang bagi hati untuk lebih terbuka.

Senada dengan itu, jurnalis di bidang sains, Florence Williams, menambahkan bahwa secara ilmiah, lingkungan baru—terutama alam bebas—terbukti mampu menurunkan indikator biologis stres, seperti tekanan darah, detak jantung, dan pernapasan, hanya dalam waktu tiga hari. Penurunan tingkat stres ini secara alami membuka pintu bagi seseorang untuk menjadi lebih reseptif terhadap pengalaman dan, tentu saja, hubungan baru.

“Inilah salah satu alasan utama kita bepergian, untuk keluar dari rutinitas dan merasakan kehidupan yang berbeda,” ungkap Pendiri Luxury India Tours LLP, Sunil Gupta, menyoroti betapa perjalanan memungkinkan kita melepaskan diri dari beban rutinitas harian.

Rasa Menjadi Diri Sendiri

Traveling juga memberikan efek psikologis “awal baru” yang kuat, menjadikan seseorang lebih reseptif secara emosional dan lebih ingin tahu terhadap orang-orang di sekitarnya. Dalam suasana yang jauh dari tekanan dan ekspektasi sosial sehari-hari, banyak yang merasa lebih menjadi diri sendiri, bebas dari segala tuntutan pekerjaan atau peran yang biasa melekat.

“Ketika traveling, kita lebih hadir di momen sekarang dan tidak terlalu terbebani ekspektasi,” jelas Isheeta Borkar, traveler sekaligus penulis perjalanan. Kondisi ini memungkinkan seseorang untuk tampil lebih autentik, dan pada gilirannya, keautentikan ini dapat menjadi magnet kuat bagi terciptanya hubungan romantis yang tulus dan mendalam.

Peluang Bertemu Orang Baru

Konsep “growth mindset” dari psikolog Carol Dweck menjelaskan bahwa ketika seseorang berada dalam zona belajar atau adaptasi, mereka cenderung lebih terbuka untuk membentuk hubungan yang bermakna. Perjalanan, dengan segala tantangan dan pengalaman barunya, secara efektif mendorong seseorang masuk ke dalam zona ini, menciptakan kondisi yang ideal untuk koneksi interpersonal.

“Dalam situasi belajar dan berkembang, koneksi antarmanusia menjadi lebih mudah terbentuk,” kata Kelly Tolliday. Berbagi momen unik dan mendebarkan, seperti menunggangi zipline di hutan hujan atau tersesat di desa kecil yang indah di Italia, dapat mempererat hubungan dalam waktu singkat. Hal ini berkaitan erat dengan pelepasan dopamin, zat kimia otak yang muncul saat kita menjalani sesuatu yang menyenangkan dan penuh petualangan.

“Ketika emosi sedang tinggi, kemungkinan merasa tertarik pada orang lain juga meningkat,” ujar Holt, seorang pakar hubungan, sebuah pernyataan yang juga ditegaskan dalam studi dari Journal of Personality and Social Psychology. Selain itu, banyak traveler merasa tidak terlalu khawatir dengan konsekuensi negatif karena suasana liburan seringkali terasa seperti dunia terpisah dari kehidupan nyata. Ini mendorong mereka untuk lebih berani menunjukkan sisi rentan dan jujur pada orang asing, yang sering kali menjadi fondasi awal sebuah hubungan romantis.

“Jenis kerentanan seperti ini, menurut pengalaman saya, justru bisa jadi awal dari koneksi yang nyata,” pungkas Sunil Gupta, menyoroti pentingnya keterbukaan dalam menemukan cinta saat bepergian.

Tips Destinasi untuk Jatuh Cinta Saat Traveling

Ingin mengalami kisah cinta yang memikat saat traveling? Para ahli menyarankan beberapa tips traveling berikut untuk meningkatkan peluang Anda. Pertama, Anda bisa mempertimbangkan untuk mengikuti tur berkelompok atau kegiatan berbasis pengalaman. Cara ini memberikan kesempatan berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki minat serupa, memfasilitasi pertemuan yang lebih alami.

Kedua, pilihlah tempat dengan infrastruktur sosial yang sesuai dengan nilai dan gaya hidup Anda, sehingga Anda merasa nyaman dan mudah bergaul. Terakhir, tentukan tujuan perjalanan berdasarkan minat pribadi Anda, seperti Florence atau Kyoto bagi para pecinta seni dan budaya. Memilih destinasi yang sesuai dengan hobi akan mempertemukan Anda dengan individu yang memiliki ketertarikan yang sama, membuka jalan bagi koneksi yang lebih dalam.

“Kalau kalian sudah memilih tur yang sama, kemungkinan besar punya ketertarikan yang serupa,” tutup Daniel Clarke, menekankan betapa kesamaan minat adalah jembatan menuju hubungan yang berarti.

You might also like